Hikmah

Di Masjid Istiqlal


13 hari yang lalu


di-masjid-istiqlal

Saya berdiri penuh rasa takjub berada di antara ribuan guru Al-Qur’an, entah dari TPQ atau madrasah-madrasah Qur’an pengguna metode tilawati mana, mereka datang dengan sukarela dari berbagai penjuru wilayah NKRI.

Dalam hati saya bertanya, ”Ya Allah… Al-Qur’an ini apa sebenarnya? Pikiran saya nanar tak mampu menemukan jawabannya, hanya munajat dari perasaan yang tak terbendung, ”Ya Allah, kami baru melakukan sepercik, tetapi Engkau telah mengguyur kemegahan yang kami tidak pernah terbayangkan. Rasanya tidak pantas menyebut apa yang kami lakukan dengan kata ’berjuang’ karena dibandingkan apa yang dilakukan ulama terdahulu, apalagi dibandingkan dengan penderitaan dan jerih payah Nabi kami yang mulia Rasulullah Muhammad SAW. Ya Allah….. Engkau memberi kami sangat banyak, bahkan lebih banyak dari apa yang telah Engkau berikan pada mereka pendahulu kami.”

“Ya Allah …. di antara mereka ada yang datang dengan perjalanan sangat nyaman, diterbangkan pesawat, diantar kereta api eksekutif, mengendarai bus VVIP atau kendaraan mewah lainnya. Tidak sedikit pun merasakan kepanasan, kelaparan, atau tersia-siakan di pinggir jalan. Semua orang sedang berlomba mempersembahkan kemuliaan bagi guru-guru Al-Qur’an.”

”Bahkan, banyak di antara mereka telah mendapatkan ragam fasilitas. Mereka tinggal di rumah indah, gedung megah, kebun luas nan subur, dan sejumlah barang-barang yang uang kami sesungguhnya tak cukup untuk membelinya, semuanya datang bergelombang-gelombang. Kalaulah mengerahkan serangkaian usaha, tetapi sungguh usaha yang kami lakukan, terlalu kecil dibandingkan dengan hasil yang kami terima, Ya Allah Engkau Maha Kaya.”

”Mereka para guru ngaji bisa hidup bersama pasangannya dan mengasuh anak-anaknya, mampu memondokkan dan menyekolahkan di lembaga pendidikan favorit, bahkan dari asuhannya telah berhasil meraih gelar akademik dan sosial yang mentereng, jika mereka ditanya ”Apa pekerjaan orang tuamu?”, mereka menjawab, ”Guru ngaji.” Lalu Engkau karuniakan pada mereka gelimang bahagia dalam kehidupan rumah tangganya.” 

“Ya Allah Yang Maha Menyaksikan. Sungguh kami telah menyaksikan dengan ‘ainul yakin mukjizat Al-Qur’an terang tanpa penghalang, turun pada semua yang mengabdikan dirinya untuk mendakwahkan Al-Qur’an. Dulu kami hanya guru ngaji yang datang dari rumah ke rumah, dari satu surau ke surau lainnya, menempuh perjalanan hanya berbekal uang recehan, naik kendaraan butut yang kadang mogok di jalan, bahkan kadang menahan rasa sakit hati karena dipandang sebagai pekerjaan rendah, kelas nyamuk.”

”Ya Allah Yang Maha Melindungi. Kami takut, kemurahan-Mu dan limpahan Rahmat-Mu pada kami, semua Engkau tumpahkan di dunia ini. Kami takut hati kami menjadi puas dengan capaian ini, kami takut tujuan kami berbelok, takut hati kami mendua, takut nikmatnya dunia menghalangi rasa rakus kami pada nikmat di akhirat. Kami takut Al-Qur’an-Mu marah pada kami karena rasa senang terhadap perhiasan dan kesenangan duniawi melebihi rasa cinta kami terhadap Al-Qur’an.”  

“Ya Allah, ya Nuur…. Kami merasa sangat dekat pada kehancuran, tidak bisa membayangkan bila Engkau mengambil Al-Qur’an dari tangan kami, melenyapkan dari hati kami, kami tak punya pikiran bagaimana akan menjalni hidup. Tampak jelas kegelapan dan kebuntuan menunggu di hadapan kami, bagaimana mungkin kami hidup tanpa Al-Qur’an. Ya Allah… peliharalah Al-Qur’an tetap terikat kuat dalam jiwa dan raga kami.”

Air mata saya terus menetes lembut dari kelopak mata yang lemah, memandangi setiap wajah guru ngaji yang melintas, alunan suara senandung ayat-ayat Al-Qur’an yang penuh keindahan dilafazkan oleh bibir lembut para qari dan qariah terbaik, terus mengalir memenuhi setiap sudut di Masjid Istiqlal. 

Allahummarhamna bil Qur’an.