4 hari yang lalu
Di zaman digital ini, anak-anak sangat terdampak oleh berbagai pengaruh dari layar HP, komputer, hingga TV. Sebagai orang tua, tugas kita bukan hanya membentengi mereka dari konten negatif, tetapi juga menyemai landasan tauhid–akidah yang kuat. Mendidik anak mencintai Rasulullah SAW dan keluarganya serta membaca Al-Qur’an adalah fondasi utama agar mereka tak terjerumus oleh arus dunia maya.
Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anakmu atas tiga hal: mencintai nabimu, mencintai keluarganya (Ahlul Bait), dan membaca Al-Qur’an. Karena sesungguhnya para penghafal Al-Qur’an berada di bawah naungan Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Nya, bersama para nabi dan orang-orang pilihan-Nya” (HR Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib RA).
Cinta kepada Nabi SAW bukan sekadar formalitas—ia adalah sarana untuk meneladani akhlak beliau dan keluarganya. Dengan mendekatinya melalui cinta, anak lebih terdorong untuk meneladani kejujuran, kasih sayang, dan keimanan. Sementara itu, perlindungan terhadap kerusakan aqidah di era digital menjadi lebih efektif dengan fondasi cinta tersebut.
Cinta yang Menyatukan dengan Rasulullah
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Orang akan bersama orang yang dicintainya” (HR Bukhari). Ini mempertegas bahwa cinta kepada beliau membawa kita dan anak-anak kita untuk “berada bersama beliau” dalam makna spiritual dan keimanan. Hadis lain menekankan bahwa iman belum sempurna kecuali Nabi SAW lebih dicintai daripada diri sendiri, keluarga, dan seluruh manusia.
Adapun beberapa strategi praktis mengajarkan anak-anak mencintai Nabi Muhammad SAW yang bisa dilakukan oleh para orang tua sebagai berikut:
1. Cerita yang Menyentuh Hati
Anak-anak lebih mudah terhubung secara emosional dengan kisah yang membangkitkan rasa hangat di hati. Ceritakan kisah-kisah kelembutan Rasulullah SAW, seperti saat beliau memangku cucunya, Umamah binti Zainab, bahkan ketika sedang shalat, lalu meletakkannya dengan lembut ketika sujud dan menggendongnya kembali saat berdiri. Cerita ini bisa disampaikan melalui boneka tangan, ilustrasi gambar, atau media visual interaktif, sehingga anak bisa membayangkan dan merasakan kedekatan Nabi dengan anak-anak. Selipkan pertanyaan sederhana seperti, “Kalau kamu jadi Umamah, apa yang kamu rasakan?” untuk memancing keterlibatan anak.
2. Teladan Sehari-hari
Cinta kepada Rasulullah tidak cukup diajarkan melalui lisan saja, tetapi harus terlihat dalam perilaku sehari-hari. Orang tua dan pendidik perlu mempraktikkan akhlak mulia beliau—jujur dalam perkataan, sabar dalam menghadapi kesalahan anak, dan penuh kasih sayang dalam setiap interaksi. Saat anak melihat sikap ini, mereka akan mencontohnya secara alami. Misalnya, ketika memaafkan anak yang melakukan kesalahan, orang tua bisa berkata, “Rasulullah selalu memaafkan, maka kita pun sebaiknya memaafkan.”
3. Bershalawat dan Doa
Membiasakan anak untuk bershalawat sejak dini menumbuhkan rasa cinta dan kedekatan spiritual kepada Rasulullah SAW. Shalawat bisa dibacakan bersama sebelum tidur, setelah shalat, atau saat perjalanan di kendaraan. Jadikan momen ini sebagai kegiatan menyenangkan—misalnya dengan irama lembut atau lagu sederhana. Selain itu, biasakan anak berdoa dengan menyebut Nabi Muhammad SAW sehingga nama beliau selalu hadir dalam ingatan mereka.
4. Media Interaktif Modern
Dunia anak adalah dunia bermain dan berimajinasi. Gunakan media yang akrab dengan mereka seperti lagu religi, drama mini, atau syair sederhana tentang Nabi Muhammad. Untuk anak usia sekolah, bisa ditambahkan peta perjalanan hidup Rasulullah—mulai dari Makkah, Madinah, hingga peristiwa hijrah. Anak dapat mewarnai peta tersebut atau menempelkan ikon-ikon kecil sebagai tanda peristiwa penting. Media ini membuat kisah Nabi SAW terasa nyata dan seru untuk diikuti.
5. Sunnah dalam Rutinitas
Praktik sunah Nabi SAW dapat dimasukkan ke dalam kegiatan harian anak secara sederhana namun konsisten. Misalnya makan dengan tangan kanan sambil membaca basmalah, tidur miring ke kanan, berwudhu sebelum tidur, atau mengucapkan salam saat masuk rumah. Setiap kali melakukan sunnah tersebut, jelaskan secara singkat bahwa inilah yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga anak mengerti makna dan bukan hanya meniru gerakan.
6. Momen Khusus dan Dialog Hati
Jadwalkan momen khusus yang didedikasikan untuk mengenal dan mencintai Nabi SAW. Misalnya “Kisah Nabi di hari libur atau menjelang tidur”, setiap hari dibacakan satu kisah teladan beliau, atau perayaan Maulid dengan kegiatan kreatif seperti lomba bercerita, menggambar, atau membuat kerajinan bertema Nabi. Selipkan dialog hati yang lembut—seperti menanyakan apa yang anak rasakan setelah mendengar cerita—agar mereka belajar memaknai cinta tersebut.
7. Cinta kepada Ahlul Bait Rasulullah
Mengenalkan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah bagian dari menumbuhkan kecintaan yang utuh. Ceritakan tentang Sayyidah Khadijah yang dermawan, Sayyidah Fatimah yang penyayang, Sayyidah Siti Aisyah atau Hasan dan Husain yang penuh kelembutan serta sahabat-sahabat Rasulullah SAW lainnya. Gunakan bahasa yang sederhana dan relevan dengan kehidupan anak sehingga mereka melihat sebagai teladan nyata yang bisa diikuti merujuk, salah satunya Shirah Nabawi.
8. Landasan Hati
Cinta sejati kepada Nabi SAW harus tumbuh dari hati, bukan sekadar formalitas atau perintah. Dorong anak untuk mencintai beliau karena mengenal kebaikan, perjuangan, dan kasih sayangnya. Bangun pengalaman spiritual yang indah, seperti mengajak anak berdoa bersama sambil membayangkan bertemu Rasulullah di surga. Dengan pendekatan ini, cinta yang tumbuh akan mengakar kuat dan membimbing perilaku mereka seumur hidup.
Mendidik anak mencintai Rasulullah SAW di era digital menuntut strategi serta metode yang adaptif dan lembut menggabungkan teknologi dengan pendekatan hati. Dengan menggunakan kisah yang menyentuh, teladan nyata, media interaktif, dan penguatan spiritual, cinta tumbuh alami dan menjadikan Nabi sosok yang dihargai, dipahami, dan dicintai oleh anak-anak kita.